Mungkin aku dan kamu berada di buku yang sama. Namun, berada dalam halaman yang berbeda. Bisa jadi berada di jalan yang sama. Tetapi, memandang langit yang berbeda. Memaksakan hal yang berbeda tidaklah ringan. Jika kita tidak bisa membaca buku itu bersebelahan dan melangkah di jalan itu bergandengan, jarak menjadi obat jiwa daripada terus bertikai.
-
Janganlah menjadi abu abu ditengah ke warna warnian. Abu abu itu tidak hitam, bukan putih, merah pun lain. Lalu kamu siapa?
-
Dengarkan hujan
Mengajak bumi bersenda gurau
Dalam lebat
Lamat lamat terdengar bisikan
Kemana saja kau? Aku rindu
Terlalu lama pergi
Hingga aku hampir melupakan
Jiwaku meronta, tandus
Mereka hanya datang ketika perlu
Tapi ratapanku tak dihiraukan
Dan si air langit membelai halus
Dengan desir angin harum
Aku tau rasamu, namun
Jeda buat kita tahu
Hadirku untukmu, artimu buatku
-
Ribuan perih ingin ku bagi,
Untuk apa?
Jutaan pilu ingin ku beri
Pada siapa?
Mengapa tiada satupun perduli?
Menerima walau sulit aku pilih
Tentang Aku tidak perlu kau tau
Kupendam duka dalam hening sanubari
Kuraba luka menganga dan menyeka air mata
Biar tersimpan rapat dalam relung hati
Walau tetiba terbangun seperti merapi, lalu ku lelapkan kembali
Sakit ini berulang kali terasa, untuk kesian kali tetap sama pedihnya
Meronta dan menolak untuk menerima
Jika saja aku tidak berakal
Aku gugat pangkalnya penuh amarah merah menyala
Namun, ada yang selalu bisa membuatku kembali duduk tersungkur tak berdaya, hanya lewat barisan kata
"Aku sayang kamu walaupun seluruh dunia tidak"
Lalu aku terdiam, mengapa aku berharap ribuan cinta jika satu benar ada, selalu selamanya.
-
Menulis adalah teman bagiku
Ketika dunia begitu gaduh
Bersembunyi dalam untaian kata membuat aku tetap tenang
Aku bosan berbicara ketika semua ingin didengarkan
Aku ingin terbaca, carilah makna
Terkadang kata dalam bait frasa lebih menyentuh dasar sanubari
Tersenyum aku tuliskan, menangis aku suratkan, bahagia aku siratkan, sedihpun aku lukiskan dalam kata
Ketika bicara menjadi begitu sulit kertas dan tinta tempat mengadu
Aku berkawan dengan ribuan kata agar tetap menjadi tegar.
Menulis menjadi obat jiwa seperti doa pada pencipta.
-
Aku lelah mencari celah dalam hatinya.
Jenga berusaha mendapatkan cinta yang setara.
Kuberikan segala yang kupunya namun tidak pernah menyamainya.
Dimana salahku?
Mungkin hatinya belum mampu menyiapkan ruang akan kehadiranku.
Salah memang menjadi awal kehadiranku.
Meskipun aku menebusnya dengan nyawa, tetap aku yang tidak tau diri.
Ketika aku mengais cinta ditempat lain dan diterima dengan baik.
Aku menjadi tertuduh pembuat luka hatinya.
Dimana salahku?
Meminta menyelami kedalam hatinya pun salah.
Salah kini menjadi keberadaanku.
Dipertahankan namun tak diterima, dan harapanku seperti dosa.
-
Tak pernah tau kapan mula aku mencintainya. Datang seperti rintik hujan setelah kemarau panjang. Jelas terang teringat lelaki itu selalu datang ketika nasib tengah begitu pelik menusukku, seketika ia jadi alasan bahagia. Aku belajar menyayanginya perlahan, namun dibuat jatuh cinta untuk kesekian kali hanya padanya. Dialah yang selalu ada dalam doa, selalu kurindu, tak lupa membawakanku sekeranjang penuh kebahagiaan, membuatku merasa cukup dan sempurna . aku mencintainya dalam tawa bahagia bahkan dalam diam serta sedihku sampai waktuku telah habis di tempat yang fana ini. Lelakiku serupa dewa pemberi nyala.
Agustus, 022020-
For my dearest children,
If you want to fly, I can't teach you for that. But, I can show and make you how to flying without wings.-
Tidak ada orangtua yang sempurna, tetapi menjadi orang tua yang hebat bagi anak itu perlu diupayakan.
-