Bagaimana bisa aku mencintaimu hingga nanti nanti, bila luka luka dahulu kembali anyir.
-
Kau bukan pecundang, Ia hanya belum dititik benar benar kehilangan. Merendah tidak menjadikanmu kalah.
-
Aku mencintaimu,
seusia rindu yang terus menggelepar di bilah-bilah hati, merenggut ketenangan malam,
Aku mencintaimu,
Seusia hujan mengejar musim, meminta pertemuan sekali lagi, lagi dan lagi, hingga matahari mengalah, dingin, membesi,
Aku mencintaimu,
Seusia usia berdebat dengan waktu, pun seruas jari, jangan pernah direnggut rasa itu,
Aku mencintaimu sedalam luka diwajahmu,
aku mencintaimu sedalam dendam yang kau tanam dimatamu.-
Sesekali ku mengiyakan sebuah pepatah
"Bahwa orang jahat adalah orang baik yang sering tersakiti". Dari mengiyakan lahir keinginan untuk membalas keculasanmu. Ah,,, jika seperti itu, tak ada bedanya antara aku, kau, dia pun mereka!-
Istana katamu?!
Mengapa ia mengurungku bersama kenangan yang hanya melahirkan perih?
Istana katamu?!
Mengapa setiap malam hanya ada lindap paling luka yang menyelinap dibalik pintu pintu emas itu?
Katamu istana,
Tapi mengapa tak pernah suka menyungging dihati?
Mengapa bukan aku saja yang melesat dan lenyap?-
Bukan sahaja satu dua perkara,
Pun entah serupa apa perihnya,
Kecil, kau beri aku luka,
Namun banyaknya tak mampu aku kira,
Apa seharusnya memang begini jika sudah berdua?
Jika ya, lebih baik aku sendiri sembari merawat luka.-
Kau belum terluka, hingga kau mencium bau anyir darahmu sendiri.
'Sinonim'-
Bersihkanlah dirimu dari kesalahan sendiri, karena kesusahan yang engkau kira dari orang lain sebenarnya berada dalam dirimu sendiri.
By Jalaluddin Rumi-
Ah,,, tak seasyik kala itu,
Dulu,
Kita pernah makan dalam satu piring,
Dengan lauk pauk yang sama,
pun dengan rasa yang sama asinnya,
Dulu,
Kita pernah menyeruput kopi yang sama pahitnya pun dalam gelas yang kita tahu sudah lama retaknya,
Tapi, hari ini kita sudah berdiri berseberangan, menyirat ingin menghempaskan,
Haruskah kita meminjam piring dan gelas baru?
Ah,,, tak asyik memang!-